Dari data yang disajikan bulan Oktober-Desember 2015, Hongkong menempati posisi tertinggi. Rinciannya Rp 1,95 miliar dari total Rp 3,55 miliar pada Oktober, Rp 1,90 miliar dari total Rp 3,46 miliar pada November. Pada Desember tahun lalu dengan total Rp 4,19 miliar, Hongkong menyumbang Rp 2,15 miliar. Kemudian, disusul Singapura, Arab Saudi dan Malaysia.
Hengky mengungkapkan, pengguna jasa remitansi masih percaya menggunakan western union (WU). Meskipun saat ini sudah mulai bermunculan pengiriman uang lewat transfer rekening bank. Menurut dia, ada sejumlah keunggulan pengiriman uang lewat wesel ketimbang transfer bank. Di antaranya lebih efisien dan terjangkau. Dia menjelaskan, pihaknya bekerjasama dengan WU lantaran sudah berskala Internasional. ‘’Kalau WU kan tersebar di negara-negara yang ada di luar negeri,’’ ujarnya kepada Jawa Pos Radar Lawu.
Sedangkan, lanjut dia, perbankan yang ada di Indonesia tidak semuanya ada di luar negeri. Pun, perbankan yang ada di Indonesia belum semuanya memiliki unit cabang di daerah pelosok. Penerima yang didominasi masyarakat pedesaan kesulitan mengambil uang. Lantaran harus ke kota terlebih dulu. Selain itu, penggunaan jasa WU juga cukup mudah karena tidak perlu membuat buku rekening layaknya perbankan. ‘’Tinggal mengisi slip pengiriman yang disediakan, nanti akan dapat nomor MTCN. Nomor itulah yang digunakan penerima,’’ terangnya.
Meski begitu, pihaknya masih banyak menerima uang masuk dari luar negeri dengan presentase 80 persen lebih tinggi ketimbang keluar. Hal itu dirasa wajar lantaran Ngawi bukanlah kota besar. Dia menjelaskan, hal berbeda mungkin terjadi di kota-kota besar. Antara uang masuk dan keluar sama-sama tingginya. ‘’Misalnya di kota besar mungkin ada pekerja dari luar negerinya. Kalau di Ngawi kan kemungkinannya sangat kecil ada pekerja luar negerinya,’’ kata Hengky.
